Rabu, 29 Januari 2020
Tomado, 27 Januari 2020. Perjanjian Kerja Sama (PKS) dalam skema Kemitraan Konservasi Masyarakat di sekitar kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) merupakan satu jembatan untuk mewujudkan prinsip Masyarakat sebagai subyek dalam pengelolaan kawasan konservasi termasuk kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Hal tersebut terwujud dalam acara yang di inisiasi oleh Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) bekerjasama dengan Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu dan Lembaga Adat menyelenggarakan musyawarah besar atau dalam Bahasa Ngata Lindu disebut Libu Bete yang juga dirangkaikan dengan penandatanganan PKS oleh 15 Desa pada 3 Cluster di sekitar Taman Nasional Lore Lindu yaitu Cluster Lindu, Cluster Palolo, dan Cluster Napu.
Libu Bete dan Penandatanganan PKS ini dihadiri dan disaksikan langsung oleh Direktur Kawasan Konservasi Dyah Murtiningsih, Bupati Sigi Mohamad Irwan Lapata, Camat pada 3 Cluster tersebut, perwakilan Lembaga Adat, Perangkat Desa, BRWA, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, dan perwakilan masyarakat adat di sekitar Taman Nasional Lore Lindu. Penyelenggaraan dimulai dengan penyambutan adat oleh Lembaga adat Ngata to Lindu, penampilan seni oleh anak-anak dari Desa Olu dan kelompok Peronde Desa Langko yang mempersembahkan seni musik bambu serta lantunan syair dengan Bahasa lokal.
Dengan balutan “siga” yang merupakan aksesoris adat yang dipakai dikepala dalam Libu Bete ini semua Desa yang telah menandatangani PKS dengan Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu dalam hal ini Kepala Balai Besar TNLL Ir. Jusman berkomitmen dan sepakat untuk tetap memelihara dan melestarikan hutan dan seluruh keanekaragaman hayati yang terkandung di dalam kawasan konservasi Taman Nasional Lore Lindu. Seperti yang disampaikan oleh salah satu tokoh masyarakat yang juga merupakan salah satu tokoh adat di Kecamatan Lore Barat, Kabupaten Poso, Immanuel mengatakan sejak turun temurun para leluhur mereka telah mempraktekkan dan memperlakukan hutan dan alam yang ada di wilayah tersebut dengan baik. “Artinya nilai-nilai dari kearifan lokal, seperti menjaga dan memelihara hutan dan alam, sudah diberlakukan secara adat dengan adanya sanksi adat bagi masyarakat yang terbukti mengganggu, termasuk merusak hutan disekitarnya”, katanya.
Sanksi yang diberlakukan oleh Lembaga Adat di sekitar kawasan TNLL tidak tanggung-tanggung seperti berupa denda kerbau. Bahkan aturan-aturan adat dan pembagian wilayah adat sejak dulu masih dipegang teguh oleh masyarakat. Hal senada disampaikan oleh Ketua Lembaga Adat Lindu, Nurdin yang menyampaikan bahwa sekarang ini Lembaga Adat masih memberlakukan sanksi adat bagi mereka yang melakukan perambahan dan menebang pohon. Hal ini tentu saja sinergi dengan semangat Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu dan semua pihak untuk melestarikan kawasan konservasi dan mensejahterakan masyarakat.
Kegiatan musyawarah besar yang membahas mengenai hutan adat memberikan catatan khusus yang disampaikan oleh Lembaga Adat baik cluster Lindu, Palolo, maupun Napu meminta kepada pemerintah memberikan atau menetapkan wilayah-wilayah hutan adat untuk dikelola oleh Masyarakat demi kesejahteraan dan peningkatan ekonomi, serta peran barbagai pihak untuk ikut bekerjasama dalam mengawal dan berkontribusi untuk pengelolaannya, “Pemerintah tidak usah khawatir kalau hutan adat diberikan kepada Masyarakat di Kecamatan Lindu dan lainnya di Kabupten Sigi dan Poso. Kami janji akan menjaga dan mengamankan serta tidak akan merubah fungsi dari kawasan konservasi yang ada, ujar Nurdin.
Selain melaksanakan Musyawarah Besar atau Libu Bete acara dirangkaikan dengan penandatanganan PKS Kemitraan Konservasi oleh Kepala Desa di 15 Desa yaitu Desa Tomado, Puroo, Langko, Anca dan Omu untuk Cluster Lindu, Desa Bulili, Kadidia, Karunia, Sintuwu, dan Desa Tongoa pada Cluster Palolo, serta Desa Dodolo, Kaduwaa, Sedoa, Watumaeta, dan Wuasa pada Cluster Napu dengan Kepala Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu sebagai tanda keseriusan dan komitmen untuk bersama-sama menjaga dan melestarikan kawasan TNLL serta meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
Komitmen untuk menjaga dan melestarikan kawasan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat disambut baik oleh Dyah Murtiningsih, Kegiatan ini ujar beliau merupakan suatu program untuk membangun pengelolaan kawasan konservasi bersama masyarakat yang ada disekitarnya, ia mengatakan telah mendengar langsung komitemen dari Masayarakat, Lembaga Adat dan pemerintah daerah untuk bersama-sama menjaga dan melestarikan hutan dan alam sebagai sumber kehidupan manusia, termasuk menjadikan masyarakat sebagai subyek dalam pengelolaan kawasan konservasi. “Pemerintah tentu patut memberikan apresiasi yang besar kepada masyarakat dan pemerintah daerah atas dukungan dan kepedulian besar terhadap kawasan konsrvasi yang ada di wilayah Kabupaten Poso dan Sigi”, Katanya.
Dalam sambutannya Bupati Sigi juga menyampaikan dan menitipkan pesan kepada pemerintah melalui Direktur Kawasan Konservasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk bersama-sama memperjuangkan hak-hak masyarakat adat, khususnya pengusulan penetapan hutan adat yang telah diusulkan, karena senada dengan komitmen yang tertuang dalam PKS yang telah ditandatangani tentu saja semakin memperteguh kolaborasi untuk menjaga dan melestarikan kawasan konservasi yang ada.
“Kami pemerintah bersama masyarakat berharap hutan adat yang telah diusulkan oleh masyarakat dan pemerintah daerah Sigi dapat disetujui. Saya juga sampaikan pemerintah pusat tidak perlu ragu. Ketika hutan adat itu diberikan, maka masyarakat bersama pemerintah daerah pasti akan menjaganya seperti yang diharapkan pemerintah pusat”, ujar Irwan.
Libu Bete dan Penandatanganan PKS ini diakhiri dengan membawa semangat untuk memperteguh kolaborasi pengelolaan kawasan konservasi yang tertuang dalam usulan Hutan Adat dan PKS Kemitraan Konservasi sebagai senjata untuk mewujudkan kelestarian kawasan konservasi sekaligus meningkatkan kesejahteraan Masyarakatnya.
Sumber : Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0