Jaga Fungsi Hutan, Solusi Cegah Bencana Banjir

Rabu, 20 Februari 2019

Maros, 19 Februari 2019. Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung hadiri workshop lingkungan hidup dan tanggap bencana yang digagas Ukhuwah Fondation. Workshop sehari ini berlangsung Minggu (17/02/2019) di Auditorium  Prof. Dr. Ibrahim Marwan, Maros.

Bencana banjir bandang yang menimpa beberapa kabupaten di Sulawesi Selatan akhir Januari lalu menjadi tema perbincangan. "Bencana Ekologi, Di Antara Maksiat dan Kejahilan Generasi," adalah tema bahasan.

Sebanyak enam orang delegasi wakili Balai Taman Nasional hadiri workshop lingkungan hidup ini. Panitia berhasil mendatangkan anggota DPR RI dari Komisi VII yang membidangi lingkungan hidup serta beberapa narasumber ekologi untuk memaparkan materinya.

Suara merdu santri Darul Istiqomah, melantunkan ayat suci Al Quran membuka acara. Sekda Maros mewakili Bupati Maros menyampaikan sambutan, sekaligus membuka acara workshop secara resmi. Sekda menyatakan banjir yang terjadi akibat cuaca ekstrem dan rusaknya ekosistem. Kerusakan akibat penebangan oleh oknum masyarakat sekitar hutan. Mereka yang kurang menyadari fungsi dan manfaat hutan tersebut.

Sambutan Bupati Maros secara tertulis, mengapresiasi atas terselenggaranya workshop ini. Memberikan pengetahuan dan meningkatkan persatuan masyarakat serta aparat pemerintah. Bersinergi melaksanakan tugas dan fungsinya dalam menjaga lingkungan. Berharap peserta workshop menjadi contoh dalam menjaga lingkungan kepada masyarakat di hulu dan hilir sungai, termasuk menjaga hutan mangrove.

"Sulawesi Selatan mengalami krisis air dan banjir yang disebabkan adanya penebangan hutan secara berlebihan,” pungkas Dr. Andi Yuliana Faris, anggotaKomisi VII DPR RI dalam sambutannya.

Yuliana juga menyoroti perubahan alih fungsi lahan hutan menjadi pemukiman dan perladangan menyebabkan bagian hulu sungai rusak. Akbitanya air hujan yang turun langsung menuju hilir dengan cepat. Ia juga memerhatikan Sungai Marusu Baru, pada musim kemarau penuh dengan sampah plastik. Menumpuk hingga kemudian memberi sumbangsi terjadinya banjir.

“Kami himbau kepada ibu-ibu untuk mengganti kresek plastik dengan tas kain saat berbelanja. Pada sekolah-sekolah, guru dan siswa kami bagikan tumbler. Termasuk memberikan bantuan berupa energi terbarukan ‘tenaga surya’ pada desa yang belum masuk listrik. Membagikan motor sampah hingga mengajarkan anak TK tentang lingkungan, adalah program-program yang saat ini kami jalankan di Komisi VII,” terang Yuliana.

“Saat ini, komisi kami juga sedang merancang undang undang energi terbarukan,” tambahnya.

“Untuk krisis air di Sulawesi Selatan solusinya: menanam pohon sebanyak-banyaknya, bukan dengan membuat sumur sumur bor yang menelan biaya ratusan juta rupiah,” Yuliana memberi pencerahan.

Paparan materi workshop menampikan tiga narasumber. Tamsil Linrung, selaku Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, menyampaikan bahwa terjadi alih fungsi areal berhutan menjadi perumahan dan industri antara tahun 2003 hingga 2013. Karenanya sangat tak dapat dipungkiri bahwa bencana alam yang terjadi adalah ulah tangan manusia itu sendiri.

Prof. Dr. Ing. Fahmi Amhar, Sekertaris Tim Geospasial Antisipasi Bencana Bakorsurtanal, memaparkan tentang bencana ekologi. Mendendangkan secara gamblang tipe-tipe bencana, manajemen penanganann hingga pemetaan resiko bencana. Menariknya, bahwa semua jenis bencana ada di Indonesia hingga layak disebut supermarket bencana.

Fahmi juga megungkapkan bahwa dalam sejarah banjir bandang besar yang melanda Maros selama 23 jam adalah yang pertama kalinya dalam sejarah.

Narasumber terakhir, Dr. Syahrir Nuhun, pakar hadits dan  lulusan Al-Azhar Mesir. “Bencana yang melanda bumi sudah menjadi kehendak Allah SWT., di mana semua itu atas campur tangan manusia. Apabila manusia sudah melakukan kemaksiatan maka bencana akan melanda sebagaimana termaktub dalam kitab suci Al Quran dan Hadist Nabi Muhammad SAW,” terang Syahrir.

Salah satu kawasan hutan yang masih tersisa di Sulawesi Selatan adalah kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Taman nasional ini berada di wilayah Kabupaten Maros dan Pangkep dengan luas 43.750 ha. “Keberadaan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung memberi manfaat dengan tutupan hutannya yang masih menghijau. Semoga ke depan masyarakat sekitar hutan memahami fungsi hutan, termasuk di dalamnya mencegah banjir,” pungkas Yusak Mangetan, Kepala Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, saat kami temui.

Kesimpulan yang dapat dipetik dari workshop ini, perlunya peran semua lapisan masyarakat untuk membantu pemerintah. Menjaga keberadaan kawasan hutan sebagai penampung air sementara. Menjaga air hujan tidak langsung menuju hilir dengan cepat. Dengan begitu bencana banjir dapat terhindarkan.

Sumber: Ramli – PEH Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini