Mistis dan Kearifan Lokal Situ Sangiang

Kamis, 28 Juni 2018

Kuningan, 27 Juni 2018 - Situ Sangiang di Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) terletak di desa Sangiang, Banjaran, Majalengka, Jawa Barat. Berjarak kurang lebih 27 Km dari pusat ibu kota kabupaten. Saat ini obyek wisata ini kelola oleh Mitra Pengelola Wisata Gunung Ciremai (MPGC) Sunan Parung yang merupakan kelompok masyarakat setempat.

Sobat Ciremai, Situ Sangiang merupakan danau alami. Menurut legenda, danau atau situ ini diyakini sebagai tempat "ngahiang" (moksa) Sunan Talaga Manggung dan Keratonnya ketika dikhianati menantunya, Patih Palembang Gunung pada abad ke 15. Sejak itu, tempat ini raib dan baru ditemukan kembali pada masa penjajahan Belanda.

Riak air mengalir, rimbun pepohonan tambun dan aneka satwa liar seperti ular, elang dan primata masih banyak berkeliaran disekitarnya, menciptakan hutan hujan tropis yang kaya akan potensi sumber daya alam. Tak heran bila saat ini Situ Sangiang menjadi primadona wisata Majalengka.

Namun dibalik keindahannya, Situ Sangiang menyimpan aura mistis. Suasana sunyi dan lembab serta udara sejuk langsung terasa saat memasukinya yang sering membuat bulu kuduk bergidik. Keberadaan makam Sunan Parung yang dipercaya sebagai Raja ternama dari Kerajaan Talaga Manggung semakin melengkapi aura mistis tempat ini.

Sobat Ciremai, masyarakat setempat percaya keberadaan pohon Nunuk dan ikan di Situ Sangiang harus terus dijaga. Pohon Nunuk dipercaya sebagai gerbang kerajaan Talaga Manggung. Sedangkan Ikan merupakan jelmaan prajurit kerajaan. Bila ada ikan yang mati, maka harus dikuburkan layaknya manusia. Pamali ini tidak boleh dilanggar, karena akan mengakibatkan malapetaka.

Peziarah ramai mengunjungi makam Sunan Parung pada 1 Syura dan waktu tertentu lainnya. Mereka melakukan serangkaian ritual yang diakhiri dengan memberi makan ikan dan mandi di bibir situ. Setiap rombongan peziarah biasanya dipandu oleh seorang Kuncen.

Oleh masyarakat setempat, Situ Sangiang juga menjadi "alat" prakiraan musim. Permukaan airnya sering dijadikan tanda datangnya musim kemarau dan penghujan. Menjelang kemarau, ketinggian air akan bertambah hingga memenuhi situ. Sementara jelang penghujan tiba, permukaaan air justru surut.

Walaupun diluar nalar, mistis dan kearifan lokal masyarakat setempat turut melestarikan Situ Sangiang sehingga terhindar dari tangan-tangan jahil.

Sobat Ciremai, ayo lestarikan alam Gunung Ciremai dengan budaya dan kearifan lokal kita. [teks © Gandi Mulyawan | foto © MPGC Sunan Parung - BTNGC | 062018]

Sumber: Balai TN Gunung Ciremai

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 4

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini