Senin, 02 November 2020
Manokwari, Oktober 2020. Pendampingan Kelompok Tani Hutan (KTH) merupakan proses dalam penyuluhan kehutanan dalam rangka pembinaan KTH yang dilakukan secara terus- menerus sehingga mencapai kemandirian dan kesejahteraan kelompok. Pendampingan KTH menjadi penting untuk dilakukan dalam kegiatan pembangunan kehutanan. Dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan konservasi TWA Gunung Meja, Balai Besar KSDA Papua Barat mendorong peningkatan kesejahteraan masayarakat melalui pemberian Bantuan Usaha Ekonomi Produktif tahun anggaran 2020 kepada Desa Binaan di Manokwari melalui Kelompok Tani Hutan, salah satu diantaranya yaitu KTH Kupu Kupu Kampung Susweni di Manokwari.
Mengenal lebih jauh, KTH Kupu Kupu kampung Susweni merupakan organisasi yang dibentuk sebagai wadah kegiatan penyuluhan kehutanan terhadap kelompok tani binaan Balai Besar KSDA Papua Barat yang berada di daerah penyangga kawasan konservasi TWA Gunung Meja. KTH Kupu Kupu terletak di kampung Susweni yang merupakan salah satu desa penyangga kawasan konservasi TWA Gunung Meja yang dibentuk pada agustus 2018 di Manokwari. Anggota KTH Kupu Kupu Susweni saat ini berjumlah 20 orang dan merupakan masyarakat yang tinggal menetap di kampung Susweni dimana mayoritas masyarakatnya merupakan suku Meyakh. Suku Meyakh merupakan salah satu kelompok suku yang tergabung dalam suku besar Arfak. Sebagian lainnya merupakan masyarakat pendatang yang berasal dari Buton, Jawa dan Sulawesi.
Masyarakat kampung susweni memiliki mata pencaharian yang cukup beragam yaitu sebagai petani, pedagang, pegawai negeri dan karyawan swasta. Sebagian besar masyarakat memiliki mata pencaharian sebagai petani dengan hasil tani berupa sayur-sayuran seperti sawi, kangkung, terong, rica/cabe dan buah-buahan seperti rambutan dan langsat. Selain bertani, beberapa masyarakat kampung memiliki kemampuan membuat kerajinan tangan khas papua yaitu noken.
Noken adalah kerajinan tangan khas suku Papua yang berbentuk tas, terbuat dari benang yang dipilin dengan teknik tertentu sehingga menjadi jaring yang berfungsi sebagai kantong multifungsi. Sejak desember 2012, noken khas masyarakat papua telah resmi tercatat dalam daftar warisan kebudayaan tak benda UNESCO.
Masyarakat Papua di Manokwari mengenal 2 (dua) jenis noken yang dibedakan berdasarkan jenis benangnya yaitu noken yang terbuat dari serat tumbuhan jenis nenas, melinjo, anggrak, dan akar-akan tanaman dan noken yang terbuat dari benang polycherry, yang disebut juga noken benang toko. Saat ini banyak pengrajin noken yang telah menggunakan benang polycherry sebagai bahan dasar noken hal ini disebabkan karena benang polycherry lebih mudah didapatkan, namun tidak sedikit juga pengrajin yang memproduksi noken serat tumbuhan. Uniknya, variasi-variasi yang terdapat pada noken menunjukkan daerah atau suku tertentu dimana noken itu berasal. Umumnya masyarakat papua menggunakan noken sebagai tas untuk menyimpan barang-barang bawaan hasil kebun berupa sayur-sayuran dan buah-buahan, menggendong bayi maupun hewan ternak babi hal ini karena bentuk noken yang elastis yang dapat menyesuaikan dengan barang bawaan.
Masyarakat kampung Susweni memiliki keterampilan untuk membuat noken dari bahan serat nenas, serat melinjo dan benang polycherry. Proses pembuatan noken dari bahan serat nenas dan melinjo memerlukan proses pengerjaan yang lebih lama dibandingkan dengan benang polycherry hal ini dikarenakan bahan baku serat nenas dan melinjo perlu diolah terlebih dahulu sehingga menjadi helaian-helaian benang yang selanjutnya dilakukan pemintalan, yaitu 2 helaian benang diletakkan di bagian paha kaki sambil digulung menggunakan tangan sampai semua bagian tergulung menjadi benang yang lebih tebal kemudian dianyam. Proses penganyaman benang serat nenas dan melinjo masih dilakukan secara tradisional yaitu menggunakan tangan tanpa menggunakan jarum, sedangkan proses penganyaman noken benang polycherry menggunakan jarum anyam hakpen.
Noken yang dibuat dari serat tumbuh-tumbuhan berwarna polos, untuk menambah keindahan sehingga tampak bervariasi, biasanya masyarakat kampung Susweni memberikan pewarnaan pada noken sebagai sentuhan akhir. Pewarna yang digunakan adalah pewarna alami yang berasal dari bagian biji dan daun tumbuh-tumbuhan jenis tertentu atau pewarna tekstil yang tahan lama. Warna-warna yang digunakan adalah warna-warna terang yang dipadukan sedemikian rupa sehingga tampak indah dipandang mata.
Selain memiliki nilai budaya, saat ini noken menjadi barang yang memiliki nilai ekonomi karena memiliki kegunaan seperti kantong dan cinderamata. Di Papua dan Papua Barat noken meruapakan salah satu benda yang digunakan sebagai simbol selamat datang, selamat jalan ataupun sebagai pemberian hadiah kepada kerabat. Noken banyak dijual di pasar-pasar tradisional, toko-toko souvenir atau pun di depan rumah-rumah masyarakat yang membuat noken. Noken yang dijual memiliki ukuran dan model yang beravariasi mulai dari ukuran kecil hingga besar dengan harga yang berbeda di setiap ukurannya. Noken berbahan dasar serat tumbuhan dijual dengan harga mulai dari Rp. 150.000,00 dan noken benang polycherry dijual dengan harga mulai dari Rp. 100.000,00.
Hingga kini KTH Kupu Kupu kampung susweni terus memproduksi noken serat nenas, serat melinjo dan benang polycherry, dengan adanya produksi noken oleh KTH diharapkan KTH dapat mengembangkan warisan budaya noken sebagai salah satu hasil kerajinan tangan bangsa Indonesa di tanah Papua dan dapat meningkatkan kesejahteraan anggota KTH.
Sumber : Meyanti Toding Buak, S.Si - Calon Penyuluh Kehutanan Balai Besar KSDA Papua Barat
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0