Sabtu, 26 Agustus 2017
SIARAN PERS
Nomor: SP. 223 /HUMAS/PP/HMS.3/08/2017
Warga Bodogol Bertambah Satu
Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Sabtu, 26 Agustus 2017. Satu lagi kabar gembira bagi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sebagaimana disampaikan oleh Plt. Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), Adison (25/08/2017), bahwa telah ditemukan satu individu muda/anakan pada satu kelompok/keluarga Owa Jawa, pada saat monitoring oleh Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) Balai Besar TNGGP.
"Monitoring ini telah dilakukan sebanyak tiga kali di tahun 2017, yaitu pada bulan April, Juni, dan Agustus, dan hasil monitoring di tanggal 14 Agustus 2017, terlihat satu Owa Jawa betina yang menggendong anaknya, dengan umur sekitar 2-3 bulan", Adison menjelaskan.
Sebagai salah satu dari 25 jenis satwa prioritas, yang ditargetkan meningkat populasinya sebesar 10% di tahun 2019 (baseline tahun 2013), berdasarkan SK Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) No. 180/IV-KPTS/2015, Owa Jawa (Hylobates moloch) harus terus dipantau keberadaannya dan dijaga kelestariannya.
Adison menuturkan, "Selain Owa Jawa, satwa liar lainnya yang prioritas untuk dimonitor di TNGGP adalah Macan Tutul dan Elang Jawa. Adapun monitoring Owa Jawa lebih difokuskan di Bidang PTN Wilayah III Bogor, yaitu di Site Monitoring Owa Jawa Resort Bodogol".
Sampai tahun 2016, terdapat 98 Owa Jawa di Site Monitoring Bodogol pada lahan seluas 2.759 Ha, dengan kepadatan 11,11 individu/Km2. Menurut Adison, beberapa indikator dalam monitoring ini,antara lain yaitu perbandingan jenis kelamin, struktur umur, kondisi habitat, potensi ancaman, tingkat kematian, dan tingkat kelahiran.
Sementara itu, Direktur Jenderal KSDAE, Wiratno, menyambut gembira berita kelahiran ini, mengingat sifat Owa Jawa yang monogami, dengan kemampuan melahirkan rata-rata sekali setiap tiga tahun, dan masa mengandung selama 7 bulan.
"Kelahiran Owa Jawa secara alami, menjadi salah satu indikator bahwa habitatnya masih sehat, dan memungkinkan untuk perkembangbiakan Owa Jawa. Semoga ke depannya, populasi Owa Jawa di TNGGP dapat terus terjaga, bahkan meningkat", ujar Wiratno.
Terkait pengelolaan satwa Owa Jawa, selain monitoring, KLHK juga melakukan penilaian potensi, inventarisasi populasi dan distribusi, survey perilaku, pembangunan pusat rehabilitasi, kampanye konservasi, patroli pengamanan hutan, pelepasliaran Owa Jawa hasil rehabilitasi di Javan Gibbon Centre (JGC), serta pengembangan ekowisata di Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (PPKAB), yang sekaligus menjadi role model Balai Besar TNGGP.
Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan bersama-sama dengan para mitra kerja, seperti Conservasi International Indonesia (CII), perguruan tinggi, Yayasan Owa Jawa, Pert Zoo Australia, Volunteer Balai Besar TNGGP, Gedepahala, dan masyarakat sekitar.
Berdasarkan daftar IUCN, Owa Jawa tercatat sebagai satwa Endangered (terancam punah), dan berdasarkan PP No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, Owa Jawa termasuk satwa yang dilindungi. Sedangkan CITES mengelompokkan satwa ini ke dalam Apendiks I, sebagai salah satu jenis satwa liar yang dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional.(*)
Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Djati Witjaksono Hadi – 081375633330
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0