Ironi Kematian Macan Dahan di Pasaman, Disaat Meningkatnya Kasus Zoonosis Satwa Liar

Selasa, 28 September 2021

Padang, 28 September 2021. Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Barat (BKSDA Sumbar) Resort Pasaman mendapatkan informasi dari masyarakat tentang keberadaan seekor harimau yang sedang sakit di Kampung Pinang Nagari Cubadak Tangah, Kecamatan Duo Koto, Kabupaten Pasaman, Senin (27/9).  Menindaklanjuti laporan masyarakat tersebut, Tim BKSDA Resort Pasaman bersama dengan Polres Pasaman dan dokter hewan Puskeswan Duo Koto segera melakukan rescue. 
 
Sebelum Tim Rescue dari Lubuk Sikaping tiba di lokasi, paramedis satwa Puskeswan Dua Koto yang terlebih dahulu tiba menginformasikan bahwa satwa sudah mati, hal tersebut dipastikan melalui foto-foto bahwa satwa liar yang mati adalah macan dahan (Neofelis diardi) bukan harimau sumatera sebagaimana informasi awal yang diterima. Dari luka-luka di sekujur tubuh satwa, diduga luka tersebut akibat perkelahian dengan sesama macan dahan, perilaku seperti ini umum ditemui pada bangsa kucing-kucingan (felidae) dalam memperebutkan teritori. Macan dahan ini diperkirakan berasal dari hutan lindung yang berdekatan dengan lokasi kejadian yang merupakan habitat asli macan dahan, proses pertarungan seperti ini dapat disebabkan perebutan betina atau wilayah jelajah. Analisa sementara menunjukan proses regenerasi di kawasan tersebut baik. 
 
Pada saat Tim Rescue tiba di lokasi, bangkai satwa telah dikafani serta menjalani prosesi penyelenggaraan jenazah sebagaimana layaknya manusia. Menurut pengakuan tokoh masyarakat di Kampung Pinang hal tersebut dilakukan karena keyakinan mereka bahwa macan tersebut adalah leluhur yang menjaga mereka secara turun temurun. Masyarakat sudah berkumpul untuk selanjutnya melakukan prosesi penguburan.
 
Dengan mediasi dari petugas Polsek Duo Koto dan Polres Pasaman, tim rescue BKSDA Resort Pasaman mencoba bermusyawarah bersama perwakilan tokoh masyarakat agar diperkenankan membawa bangkai untuk tujuan nekropsi (bedah bangkai) agar diketahui penyebab utama kematian satwa. Setelah mendapatkan penjelasan tentang pentingnya dilakukan nekropsi masyarakat bersedia bangkai dibawa dengan catatan setelah proses nekropsi selesai bangkai satwa akan dibawa kembali ke Kampung Pinang untuk kemudian dimakamkan secara adat oleh masyarakat. 
 
Beberapa saat setelah dicapai kesepakatan tiba-tiba salah seorang masyarakat berteriak-teriak terlihat seperti kerasukan dan menolak bangkai dibawa keluar, massa yang terprovokasi mendesak pembatalan kesepakatan meskipun berkali-kali petugas Polisi sudah mencoba meyakinkan bahwa bangkai satwa akan segera dibawa kembali setelah proses nekropsi selesai. Oleh tokoh masyarakat kemudian dilakukan ritual adat yang melibatkan paranormal sebagai media penghubung dengan arwah leluhur, hingga disimpulkan bangkai satwa harus segera dimakamkan atas permintaan arwah leluhur. 
 
Kepala BKSDA Sumbar Ardi Andono, S.TP, M.Sc sangat menyayangkan sikap masyarakat yang tidak memperkenankan dilakukan nekropsi, kami menghargai budaya dan kearifan lokal masyarakat namun mengetahui penyebab kematian satwa juga merupakan suatu hal yang tidak boleh diabaikan, jika ternyata penyebab kematian adalah virus atau penyakit zoonosis (menular dari hewan ke manusia) maka hal ini akan membahayakan sekali bagi masyarakat yang sudah kontak langsung dengan bangkai satwa. 
 
"Kami memohon kepada tokoh-tokoh masyarakat dan alim ulama dapat bersinergi dengan BKSDA Sumbar untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya memperhatikan tinjauan scientific selain tinjauan adat dan budaya dalam melestarikan lingkungan dan keanekaragaman hayati untuk meluruskan pemahaman-pemahaman yang kurang tepat dalam memperlakukan satwa dan alam" tutup Ardi.
 
Sumber : Balai KSDA Sumatera Barat

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini