Minggu, 14 Juli 2019
Medan, 12 Juli 2019. Untuk kesekian kalinya, Pengadilan Negeri (PN) Medan menggelar sidang satwa liar dilindungi undang-undang. Kali ini PN Medan menyidangkan kasus penyelundupan 28 burung dilindungi dengan terdakwa 9 orang Anak Buah Kapal (ABK), di ruang sidang Cakra 4 PN Medan, pada Kamis 11 Juli 2019 silam.
Kasus ini bermula ketika Tim Patroli Laut KPPBC Tipe Madya Pabean Belawan melakukan patroli rutin pengawasan antar pulau atas barang tertentu di wilayah perairan Belawan pada Sabtu, 13 April 2019, sekitar pukul 22.30 Wib.
Tim melakukan penindakan berupa pemeriksaan dan pencegahan atas sarana pengangkutan laut Tug Boat (TB) Kenari Djaja, dengan rute Pulau Buru Ambon-Belawan yang sedang menarik tongkang bermuatan kayu log di perairan Belawan. Penindakan tersebut dilakukan karena berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan 28 individu burung yang masuk kategori satwa dilindungi pada kamar tidur Anak Buah Kapal (ABK) yang disembunyikan dengan membuat ruangan kosong dalam dinding kamar ABK (modus false concealment).
Ke 28 individu burung dilindungi tersebut terdiri dari : 23 (dua puluh tiga) individu burung Nuri Ambon (Alisterus amboinensis) termasuk CITES Appendix II, 1 (satu) individu burung Nuri Kepala Hitam (Lorius lory) termasuk CITES Appendix II, dan 4 (empat) individu burung Kakatua Jambul Kuning (Cacatua sulphurea) termasuk CITES Appendix I, yang kesemuanya tidak dilengkapi dengan dokumen.
Tindak lanjutnya, Petugas Unit Pengawasan KPPBC Tipe Madya Pabean Belawan berkoordinasi dengan Balai Besar KSDA Sumatera Utara serta melakukan serah terima barang bukti kepada Balai Besar KSDA Sumatera Utara berupa 28 individu burung dilindungi.
Sedangkan 9 (sembilan) orang pelaku Anak Buah Kapal (ABK), bersama 1 unit Tug Boat dengan nama TB Kenari Djaja diserahkan kepada Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum LHK Wilayah Sumatera untuk diproses. Ke 9 ABK inilah yang sedang menjalani proses persidangan di PN Medan sebagai terdakwa.
Agenda sidang kali ini mendengarkan keterangan Ahli dari Balai Besar KSDA Sumatera Utara, Fitri Noor Ch., S.Hut., MP., Pengendali Ekosistem Hutan (PEH). Dalam keterangannya Ahli menjelaskan bahwa ke 28 burung dilindungi tersebut merupakan satwa endemik di Indonesia Bagian Timur, khususnya Propinsi Maluku dan Papua.
“Burung-burung ini termasuk satwa langka karena habitatnya tertentu serta kemampuan beradaptasinya di tempat lain (diluar habitatnya) sangat terbatas. Disamping itu, jenis burung ini termasuk kategori pintar dan cantik (menarik), sehingga memikat orang-orang untuk memburu dan memilikinya,” ujar Fitri Noor
Menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim tentang keberadaan dan keberlangsungan hidup burung-burung tersebut nantinya, Ahli menerangkan bahwa keberadaan ke 28 individu burung dilindungi saat ini dititipkan di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) TWA. Sibolangit untuk mendapat perawatan. Balai Besar KSDA Sumatera Utara merencanakan akan melepasliarkannya di habitat alaminya di Propinsi Maluku dan Papua.
“Saat ini kendala utama yang dihadapi adalah keterbatasan dana untuk pengiriman/pengembalian burung-burung ini ke asalnya. Untuk itu Balai Besar KSDA Sumatera sedang melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal KSDAE untuk mencarikan solusinya, yang Mulia …,” papar Fitri Noor
Terhadap pertanyaan Majelis Hakim tentang sejauhmana upaya Balai Besar KSDA Sumatera Utara melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang perlindungan satwa liar, Fitri Noor menegaskan bahwa Balai Besar KSDA Sumatera Utara rutin melakukan sosialisasi dengan menggunakan berbagai media termasuk dengan menggunakan media sosial, diantaranya melalui media website.
Usai mendengarkan Keterangan Ahli, persidangan dilanjutkan dengan mendengar keterangan para terdakwa. Pada intinya kesembilan terdakwa menyebutkan bahwa burung-burung tersebut diperoleh dari masyarakat sekitar Pulau Buru, Maluku, yang memperdagangkannya kepada mereka. Harganya pun bervariasi, untuk burung Kakatua Jambul Kuning antara Rp. 1.200.000,- (satu juta dua ratus ribu rupiah) sampai Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah), burung Nuri Kepala Hitam dibandrol seharga Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah), dan burung Nuri Ambon antara Rp. 30.000,- sampai Rp. 50.000,- per individu.
Untuk mendengarkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Majelis Hakim menunda persidangan selama seperkan, dan akan dilanjutkan Kamis depan, 18 Juli 2019. (Evan)
Sumber : Balai Besar KSDA Sumatera Utara
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0