Kulik Isi Buku Burung Endemik Sulawesi, Balai TN Babul Gelar Bedah Buku

Jumat, 07 Februari 2025 BTN Bantimurung Bulusaraung

Maros, 7 Februari 2025. Perkuat tata kelola Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung menggelar desiminasi hasil penelitian, bedah buku, dan penyusunan road map penelitian. Kegiatan terlaksana berkat dukungan dari mitranya, Karst Protection Program di Hotel Harper Makassar, pada 4–6 Februari 2025. 

Hari pertama, Selasa, 4 Februari 2024 berlangsung desiminasi hasil penelitian dan bedah buku. Beberapa materi desiminasi hasil penelitian di antaranya nilai penting karts oleh Prof. Muhammad Arsyad (UNM), hasil penelitian Macaca maura oleh Prof. Erin P. Riley (San Diego State University, USA), hasil penelitian Hopea celebica oleh Prof. Ngakan Putu Oka (Fakultas Kehutanan, Unhas), hasil monitoring tarsius makassar oleh Kamajaya Shagir. 

Setelah istirahat,  Atma Wira Negara, Polhut Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung memaparkan materi SMART Patrol. Pada sesi berikutnya adalah bedah buku. Bedah buku “Burung Endemik Sulawesi: Kisah Temu di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung". 

Mengenalkan buku karya petugas lapangan Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Buku yang baru saja dirilis akhir tahun 2024.

Sedikitnya 40 peserta hadir pada ruang Balla Lompoa, Hotel Harper pada sesi bedah buku. Peserta berasal dari beberapa instansi pemerintah pusat dan daerah, lembaga penelitian dan perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, kelompok masyarakat, dan komunitas. Peserta daring pun dengan setia menunggu paparan para penulis.

Panitia menghadirkan secara daring penanggap buku: Riza Marlon, Fotografer Satwa Liar yang juga memiliki beberapa karya buku satwa liar yang fenomenal. Yusuf Liling, Widyaiswara Balai Pelatihan Kehutanan Makassar menjadi pemandu jalannya bedah buku ini. 

Yusuf Liling terlebih dahulu mengenalkan perwakilan penulis sebagai narasumber dan penanggap. Selanjutnya memberi kesempatan penulis menyampaikan paparannya. Taufiq Ismail, wakil tim penulis buku, mencerikatan secara gamblang kronologis penulisan, kendala penulisan hingga isi buku.

"Menulis bersama tidak mudah jika mengedepankan ego masing-masing. Kami berlima sepakat saling bekerjasama menyelesaikan amanah pimpinan. Lebih sering berdiskusi pada setiap pengambilan keputusan kecil sekali pun," tutur Taufiq Ismail dalam paparannya.

Buku ini menyajikan 30 jenis burung endemik Sulawesi, termasuk dua di antaranya endemik pegunungan Lompobattang. Buku ini berbeda dengan buku burung sejenisnya, di mana terdapat sebelas cerita populer menghiasi bagaimana sang penulis menjumpai burung pujaan di habitatnya.

“Beberapa story telling sengaja penulis sajikan dalam buku ini. Tujuannya agar pembaca bisa ikut merasakan sensasinya saat menyusuri hutan. Berjalan dengan pelan tanpa berisik, mengendap saat menjumpai incaran dan menikmati sajian alam yang tidak kita jumpai di perkotaan,” tambah Taufiq.

Setelah penyampaian materi. Moderator memberikan kesempatan kepada Riza Marlon sebagai penanggap, mengomentari isi buku secara daring.

"Jangan takut membuat buku dengan alasan tulisan kurang bagus dan tidak ilmiah. Jika tidak mampu sendiri, berkolaborasi dengan kawan sejawat yang memiliki visi yang sama. Buku itu pasti ada kekurangan bagi orang lain, ada saja yang kurang. Buku yang baik adalah buku yang sudah menjadi karya," ungkap Riza Marlon.

Riza juga mengapresiasi karya petugas lapangan ini. Sembari memberi masukan untuk penyusunan buku berikutnya.

“Saya mengapresiasi anak-anak muda yang ingin melahirkan karya. Karya yang bermanfaat untuk banyak orang, menjadi kebanggaan keluarga. Saran saya, untuk penulisan buku foto, baiknya ada editor foto dan kurator foto. Gunanya untuk memilah foto yang layak dan membantu mengakurasi tone warna foto saat cetak," tambah Bang Caca, sapaan akrabnya.

Moderator mempersilahkan kepada peserta yang hadir untuk mengajukan pertanyaan, saran atau masukan untuk sempurnanya buku ini. 

"Saya tidak melihat adanya informasi nama lokal setiap individu, jika ada bisa menambah wawasan bagi pembaca. Kok tidak ada nama fotografer di setiap foto? Kami juga sarankan agar penulis mengusulkan sertifikat HAKI bukunya agar melekat ke penulis, " ujar Darmayasa, Dosen Politekenik Pariwisata Makassar. 

Penulis pun memberikan tanggapan atas apresiasi, saran, dan pertanyaan peserta. Pada akhir sesi kepala balai taman nasional memberikan tanggapan atas bedah buku.

"Tugas saya sebenarnya lebih mengamati, membangkitkan semangat, dan memfasilitasi setiap potensi yang teman-teman fungsional miliki. Dengan tidak adanya penilain DUPAK, saya berharap setiap orang berinovasi menghasilkan karya, di antaranya melalui buku," terang Heri Wibowo, Kepala Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.


Sumber: Ramli - PEH pada Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 5

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini