Selamatkan Rangkong, Lindungi Habitatnya

Rabu, 26 Juni 2024 BBKSDA Sumatera Utara

(Foto by : Samuel Siahaan)

Medan, 26 Juni 2024. Burung adalah perwakilan bumi sebelum kedatangan manusia. Burung memiliki silsilah yang sama dengan binatang terbesar yang pernah hidup di darat. Melupakan burung sama dengan melupakan asal usul kita (Jonathan Franzen, National Geographic Indonesia, edisi Januari 2018). 

Ketika kita menganalisis/mengkaji seberapa jauh kemampuan otak burung, ternyata burung jauh lebih cerdas dari yang dikira. Burung beo, sebagaimana burung dalam family corvidae, seperti ekek, gagak, tangkar dan tiongbatu termasuk spesies tercerdas, dengan otak relatif besar berneuron padat. Burung paruh bengkok bahkan bisa secerdas anak usia tiga tahun, bisa menyanyi, menari, meniru ucapan dan mencuri perhatian manusia (National Geographic Indonesia, edisi Juni 2018).

Banyak kemampuan yang dimiliki burung bersifat naluriah, tetapi burung  mampu belajar dan beradaptasi dengan lingkungannya. Beberapa spesies mempelajari vokalisasi yang kemudian digunakan dalam interaksi sosial. Burung termasuk makhluk yang paling gemar bergaul, memperlihatkan perilaku yang interaktif seperti di primata. Beberapa spesies lainnya juga terlibat hubungan sosial yang kompleks dalam kelompok. 

Keunikan ini menarik perhatian penulis untuk mengangkatnya dalam tulisan. Salah satu dari sekian banyak jenis burung yang menarik perhatian tersebut adalah Burung Rangkong. Tulisan ini (yang akan dimuat dalam 2 artikel) sejatinya dimaksudkan bukan hanya sekedar untuk mengenalnya melainkan juga mengingatkan kembali kepada isu penyelamatan Burung Rangkong.

Burung Rangkong memiliki beberapa nama atau sebutan, seperti : Enggang, Julang, dan Kangkareng. Dalam bahasa Inggris disebut juga Hornbill. Burung ini mempunyai ciri khas yang dapat dilihat dari paruh yang besar dan berbentuk seperti tanduk atau cula. Paruh ini memiliki fungsi yang beragam, termasuk membantu dalam mencari makanan dan membersihkan bulu. Beberapa jenis  burung rangkong memiliki ukuran tubuh yang cukup besar dan dapat menjadi salah satu jenis burung terbesar di daerah mereka (Peran Burung Rangkong Dalam Ekosistem, https://www.royalsafarigardes.com).

Rangkong memiliki berbagai perilaku dan kebiasaan makan yang unik yang menjadi peranan penting dalam ekosistem, diantaranya adalah : penyerbukan, dimana burung ini dapat berperan sebagai agen penyerbuk. Saat mencari makan, mereka sering mengunjungi bunga-bunga untuk mencari nectar. Dalam proses ini, serbuk sari menempel pada bulu burung dan kemudian ditransfer ke bunga lain, sehingga membantu dalam proses penyerbukan dan reproduksi tanaman.

Kemudian burung ini berperan dalam penyebaran bijian tanaman. Mereka sering memakan buah-buahan, dan biji yang tidak dicerna kemudian tersebar di berbagai lokasi melalui fesesnya. Hal ini membantu dalam regenerasi tanaman dan memperluas distribusi tanaman di ekosistem.

Rangkong juga melakukan peran kontrol terhadap  hama, dimana satwa ini termasuk pemangsa yang efektif terhadap serangga dan invertebrate kecil. Dengan memakan hama, mereka membantu dalam mengontrol populasi serangga yang dapat merugikan tanaman dan ekosistem secara keseluruhan.

Menariknya, burung Rangkong diidentikkan dengan simbol perdamaian dan persatuan. Sayapnya yang tebal melambangkan pemimpin yang selalu melindungi rakyatnya. Sedangkan ekor panjangnya dianggap sebagai tanda kemakmuran rakyat suku Dayak. Suaranya yang keras melengking, menjadi lambang ketegasan, keberanian dan budi luhur. 

Enggang Gading merupakan satu dari 57 spesies rangkong di Afrika dan Asia, hanya ditemukan di dataran rendah hutan Brunei, Indonesia, Malaysia, Myanmar dan Thailand bagian Selatan. Khusus di Sumatera Utara, beberapa kawasan konservasi juga menjadi habitat dari satwa ini, seperti : Suaka Margasatwa (SM) Barumun, SM. Siranggas, Cagar Alam (CA) Dolok Sipirok, Cagar Alam (CA) dan Taman Wisata Alam (TWA) Sibolangit, TWA. Deleng Lancuk, dan Suaka Alam (SA) Lubuk Raya.

Berbeda dengan rangkong lain Enggang Gading mempunyai balungnya yang solid dengan lapisan tebal keratin, bahan yang sama dengan kuku jari, rambut, dan cula badak. Tidak banyak hal yang dipahami terkait perilaku Enggang Gading, tetapi mereka dikenal menggunakan balung untuk saling beradu saat terbang, mungkin dalam persaingan untuk mendapatkan sarang atau pohon buah.

Burung ini adalah omnivora, tetapi lebih menyukai buah dari pohon ara pencekik, yang saat berbuah berfungsi sebagai toko kelontong hutan hujan untuk satwa pemakan buahnya yang matang—mulai dari tupai, owa, orangutan hingga hampir seribu spesies burung. Enggang Gading amatlah pemilih, dan membutuhkan pohon besar dengan rongga berlubang untuk bersarang. Sarang ini akan dibuat di pohon tertua dan terbesar di hutan—yang sangat diincar oleh penebang.

Salah satu ciri khas dari Rangkong Gading yang tidak dimiliki oleh jenis lainnya adalah suaranya yang keras menyerupai suara tertawa gila (maniacal laugh). Suara yang dihasilkan merupakan deretan nada/kata “HOOP” yang lambat dan semakin cepat ke “KE-HOOP” selama 1-5 menit dan diakhiri dengan suara tertawa “KA-KA-KA-KA...” dengan nada meninggi selama beberapa detik sebelum akhirnya berhenti (Eaton et al., 2016). Suara tersebut diperkirakan dapat dikategorikan menjadi dua jenis, bagian pertama ditujukan untuk menarik perhatian individu lain, sedangkan bagian kedua untuk menunjukkan kemampuan fisiknya (Haimoff, 1987).

Permasalahan utama yang mengancam kelestarian Rangkong Gading disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya kerusakan habitat. Pembukaan kawasan hutan merupakan ancaman terbesar terhadap lingkungan yang dapat mempengaruhi fungsi ekosistem yang mendukung kehidupan di dalamnya. Selain itu ketimpangan perencanaan tata guna lahan melalui perencanaan tata ruang diberbagai tingkatan seringkali tidak mempertimbangkan prinsip-prinsip ekologi dan konservasi.

Disamping dampak langsung terhadap kondisi hutan, proses deforestasi juga berdampak terhadap meningkatnya perburuan satwa liar seiring dengan meningkatnya akses masuk ke dalam hutan (Robinson & Bennet, 2000).

Pemerintah kemudian bersama-sama dengan para pemangku kepentingan Rangkong Gading di Indonesia mengganggap perlunya upaya konservasi Rangkong Gading. Salah satu fokus dalam upaya ini yaitu melakukan pengelolaan habitat dengan melanjutkan pengelolaan kawasan konservasi yang sudah ada dan melakukan pengelolaan terhadap populasi-populasi Rangkong Gading yang berada di luar kawasan konservasi dengan mengikutsertakan semua pemangku kepentingan yang terkait.

Pengelolaan populasi dan habitat Rangkong Gading dapat dimodifikasi dengan kegiatan peningkatkan penelitian dan monitoring yang mendukung konservasi Rangkong Gading, meningkatkan konservasi Rangkong Gading di habitat aslinya sebagai kegiatan utama penyelamatan, serta mengembangkan konservasi eksitu sebagai bagian dari dukungan untuk konservasi insitu Rangkong Gading.

Dan yang juga tak kalah pentingnya adalah  mendorong partisipasi peran publik untuk terlibat langsung mendukung dan berperan aktif dalam mewujudkan program yang mulia tersebut. Keterlibatan banyak pihak menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan karena dengan kolaborasi dan sinergitas maka gerakan penyelamatan Rangkong Gading dan perlindungan habitatnya akan semakin mudah untuk diwujudkan. 

 Sumber : Evansus Renandi Manalu (Analis Tata Usaha) – Balai Besar KSDA Sumatera Utara


Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 3.5

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini