Hutan Mangrove: Metode Adaptasi Perubahan Iklim

Senin, 26 Juni 2023 Balai KSDA Jakarta

Jakarta, 26 Juni 2023 - Salah satu dampak perubahan iklim yang mengancam masyarakat pesisir di negara-negara kepulauan seperti Indonesia adalah kenaikan air muka laut. Dampak tersebut akan diikuti dampak-dampak turunan lainnya, seperti intrusi air laut (tercampurnya air tanah dengan air laut) hingga pengikisan garis pantai.

Hal ini turut menjadi perhatian komunitas jurnalis sains di Indonesia, Society of Indonesian Science Journalists (SISJ). SISJ menyelenggarakan pelatihan bagi jurnalis-jurnalis terpilih dari seluruh Indonesia dalam program yang bertajuk “Archipelago of Drought” yang bertujuan meningkatkan kapasitas jurnalis dalam meliput isu-isu dampak perubahan iklim.

Untuk itu SISJ mengajak peserta pelatihannya yang berjumlah 30-an orang untuk datang ke Suaka Margasatwa (SM) Muara Angke, suaka yang dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jakarta. SM Muara Angke adalah suaka margasatwa satu-satunya di Kota Jakarta, dan juga suaka margasatwa terkecil se-Indonesia dengan luas 25,02 hektare. 

Saat ini, BKSDA Jakarta bekerja sama dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) tengah melakukan program restorasi dan pengelolaan mangrove bertajuk Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA) dalam kurun lima tahun sejak 2018. MERA adalah platform yang beranggotakan berbagai pihak yang peduli pada pelestarian mangrove. Program MERA di SM Muara Angke didukung oleh APP Sinarmas, Chevron, Indofood, dan Djarum.

Kunjungan pada Rabu, 7 Juni 2023 ini bertujuan untuk memperkenalkan kepada para peserta tentang arti penting hutan mangrove dalam mitigasi perubahan iklim melalui diskusi dan juga tur keliling hutan mangrove di SM Muara Angke. Agus Arianto, Kepala BKSDA Jakarta, dalam sesi diskusi menjelaskan, “Hutan mangrove adalah benteng hijau alami yang memiliki fungsi mencegah intrusi air laut, land subsidence, abrasi, dan dampak-dampak perubahan iklim lainnya. Pelindung alami pesisir ini memberi manfaat pada banyak pihak, oleh karena itu upaya pelestariannya harus dilakukan bersama-sama.”

Kepala Seksi Konservasi Wilayah III BKSDA Jakarta, Mufti Ginanjar, menambahkan, “Upaya restorasi mangrove bukan hal yang mudah, terutama di kawasan seperti SM Muara Angke yang dikelilingi dan terdampak oleh berbagai macam pembangunan, sekaligus terletak di muara kota terpadat se-Indonesia. Salinitas air yang rendah, masuknya limbah, hingga okupasi tumbuhan invasif turut menjadi tantangan dalam upaya pemulihan mangrove di kawasan ini.”

Oleh karena itu, restorasi di SM Muara Angke tidak cukup hanya dilakukan penanaman saja, melainkan juga pemulihan ekosistem secara keseluruhan. Topik Hidayat, peneliti mangrove YKAN, menjabarkan, “Pemulihan ekosistem dilakukan dalam berbagai aspek. Misal untuk meningkatkan salinitas air, perlu dilakukan perbaikan hidrologi dengan membuka sirkulasi air laut ke dalam kawasan. Untuk mencegah sampah padat masuk dari sungai, maka perlu dibangun penghalang sampah. Begitu juga dengan area yang ditutupi oleh tumbuhan invasif, maka tumbuhan invasifnya pun harus dikendalikan. Upaya-upaya tersebut dilakukan untuk mengondisikan agar hutan mangrove dapat beregenerasi secara alami, sekaligus dapat tumbuh secara maksimal.”

Setelah sesi diskusi selesai, peserta diajak untuk berkeliling ke kawasan mangrove di SM Muara Angke. SM Muara Angke menjadi rumah bagi aneka ragam satwa, salah satunya adalah burung. Birdlife International, organisasi pelestari burung dunia, mengategorikan suaka ini sebagai important bird area, karena menjadi habitat bagi sejumlah spesies burung yang dilindungi, dan juga burung-burung migran. 


Sumber : Balai KSDA Jakarta

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini