Hutan Untuk Kesehatan, Solusi Sehat Bagi Diri dan Alam

Rabu, 22 Desember 2021

Rabu, 22 Desember 2021 - Hutan untuk kesehatan telah menjadi tren dunia sebagai cara baru memulihkan stres, baik fisik maupun mental. Memulihkan dan menyehatkan fisik dan mental dengan terapi dan wisata di kawasan hutan sesungguhnya bukan hal yang baru, terutama di belahan dunia lain. Jepang dan Korea adalah negara yang diketahui telah mengembangkan kegiatan pemulihan atau penyembuhan (healing) fisik dan mental di kawasan hutan.

Bukan hanya sebagai penyembuh bagi manusia, healing forest juga dapat memberikan manfaat baik bagi lingkungan dan ekonomi. Bagi lingkungan, program healing forest dapat memberikan nilai penting bagi keberadaan hutan sedangkan untuk ekonomi, program healing forest menjadi sumber pendapatan baru bagi masyarakat sekitar dan pelaku wisata.

Sebagaimana disampaikan Jim Robbins pada the Yale School of the Environment tahun 2020, yang membahas Ecophysicology atau bagaimana paparan alam terhadap kesehatan, mengurangi stres dan meningkatkan penyembuhan. Hal ini juga turut mendorong pemerintah, pelaku usaha dan penyedia layanan kesehatan semakin mempertimbangkan kebutuhan manusia akan alam dalam cara mereka merencanakan dan beroperasi.

Tulisan Jim Robbins juga membahas istilah “forest bathing” yang dalam istilah Jepang dikenal dengan “shinrin-yoku”. Istilah ini dikenalkan oleh Qing Li dalam buku dengan judul Shinrin-Yoku: The Art and Science of Forest Bathing. Dalam bukunya Qing Li juga menyampaikan bahwa dengan berjalan di bawah hutan dan menikmati kealamian hutan merupakan obat penyembuh penyakit di tubuh dan fikiran.

Dengan konsep yang sama, Kementerian LHK juga dalam tahap pengembangan hutan untuk kesehatan sebagaimana disampaikan Wakil Menteri LHK Alue Dohong dalam pertemuan pada April 2021 forest healing adalah potensi yang bisa dikembangkan di Indonesia dalam Pengembangan ekowisata atau wisata alam merupakan salah satu pemanfaatan dari kawasan konservasi. Sedikitnya, Kawasan Konservasi memiliki Indonesia potensi besar dalam pemanfaatan wisata alam berupa 102 titik gunung dan pendakian, 1.200 titik panorama alam, 274 titik gua, 820 air terjun, 160 danau dan 51 wisata bahari.

Healing forest di Kawasan konservasi saat ini telah disiapkan Kementerian LHK dengan mempertimbangkan aspek pengelolaan berupa penentuan lokasi dan program yang dilakukan. Mendukung hal tersebut, Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi (PJLHK) dengan dukungan pendanaan dari Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) melakukan pembahasan penerapan hutan untuk kesehatan (healing forest) pada tanggal 21-22 Desember 2021 di Kota Bogor.

Pelaksanaan kegiatan Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Manusia dalam bidang Penerapan Hutan untuk Kesehatan (Healing forest) diikuti oleh 140 peserta baik online maupun offline yang berasal dari pelaku usaha wisata alam, pengelola Kawasan konservasi, praktisi Healing forest dan akademisi.

Negeri ginseng Korea dalam kesempatan kali ini juga turut menyampaikan konsep penerapan Healing forest yang telah berkembang di Korea dan upaya kerjasama dengan Indonesia dalam pengembangan konsep Healing forest di Indonesia yang telah diusung sejak tahun 2017. LEE, Sung-gil (Director of Korea Indonesia Forest Center) menyampaikan bahwa pelaksanaan Healing forest di Korea memiliki 4 ketentuan dasar yaitu Fasilitas yang nyaman, standar program kegiatan, sertifikasi instruktur dan penelitian pengembangan program.

“Korea merupakan negara yang mengembangkan kegiatan Healing forest dalam pengelolaan hutannya dengan tujuan peningkatan kualitas hidup, peningkatan sistem imun dan perbaikan kesehatan fisik dan mental” Ungkap Lee secara daring (21/12)

Dengan konsep connect learn grow to nature, Ecocamp dari Yayasan sahabat lingkungan hidup juga menyampaikan bahwa koneksi alam dan manusia adalah faktor utama kegiatan healing forest. Kegiatan Healing forest yang dilakukan memusatkan kenyamanan baik kenyamanan pasif maupun kenyamanan aktif  untuk berkonsentrasi pada setiap aktivitas yang dilakukan dengan tujuan membuat diri tenang dan bersyukur.

Sebagaimana pada umumnya setiap program harus didukung dengan strategi pemasaran agar terpublikasi dan dapat menjangkau berbagai pasar, begitu pula dengan program Healing forest. Bella Baroqah, Asisten Manager KBM Ranca Upas menambahkan bahwa dalam pengembangan program Healing forest pemasaran adalah salah satu faktor penting dalam penerapan program healing forest baik untuk kesehatan, inovasi maupun ekonomi.

“Pengembangan Healing forest di Ranca Upas dilakukan bertahap dan pemasarannya bekerjasama dengan influencer melalui media social serta mengemas paket kegiatan dalam satu program yang telah eksis” Jelas Bella dalam sesi pemaparannya (21/12)

Tidak hanya pelaku usaha Healing forest yang bekersempatan menyampaikan, 9 pengelola Kawasan konservasi dalam hal ini juga turut memamerkan lokasi pada Kawasan yang dikelola dan program yang telah dilaksanakan. Sedikitnya terdapat 12 spot lokasi di Kawasan konservasi yang telah siap menjadi lokasi Healing forest dan telah dibahas oleh Dr. Hikmat Ramdan dan Ibu Wiwien.

“Dua Faktor utama dari kegiatan Healing forest untuk meningkatkan nilai dari ekosistem adalah Pengukuran respon kesehatan dan lokasi yang dijadikan tempat aktivitas Healing forest” Ungkap Hikmat dalam salah satu sesi pembahasannya.

Dr. Hikmat juga menambahkan bahwa saat ini telah terbit Standar Nasional Indonesia wisata hutan untuk terapi kesehatan (healing forest) dengan nomor  SNI 9006:2021 yang dapat diacu oleh pengelola Kawasan hutan dan pelaku usaha wisata yang ingin menerapkan healing forest.

“Instruktur pada healing forest menjadi salah satu faktor penting keberhasilan program hutan untuk kesehatan, pengetahun dan ilmu yang dimiliki adalah modalnya” tambah Wiwien dalam sesi pembahasannya.

Healing forest di Kawasan konservasi sebagai solusi sehat bagi diri sendiri dan alam dapat diwujudkan dengan meningkatkan kualitas hidup, kesehatan fisik dan mental masyarakat, serta usaha pemerintah dalam menyediakan lokasi yang memenuhi standar serta kriteria serta menyediakan infrastruktur yang memadai. Semua upaya ini perlu untuk didukung oleh semua pihak.

 

Sumber: Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi

Teks: DewiRPN

Foto : DewiRPN & Balai Besar TNGGP

Kutipan: https://e360.yale.edu/features/ecopsychology-how-immersion-in-nature-benefits-your-health

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini