Balai Besar TaNa Bentarum Ajak Belajar Konservasi Langur Borneo Melalui Webinar

Senin, 10 Agustus 2020

Putussibau, 10 Agustus 2020. Bertepatan dengan peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) tahun 2020 dan sebagai langkah untuk mendukung konservasi Langur Borneo (Presbytis chrysomelas ssp. cruciger), Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (Tana Bentarum) bekerja sama dengan TFCA Kalimantan adakan kegiatan Webinar : “New Record  Langur di Indonesia”  dan Urgensi Penetapan Langur Borneo Sebagai Satwa Dilindungi” yang diikuti oleh 350 peserta di zoom meeting room dan sebanyak 45 orang yang menyaksikan melalui live youtube Balai Besar Tana Bentarum.

Kepala Balai Besar Tana Bentarum, Ir. Arief Mahmud, M.Si dalam sambutannya mengatakan bahwa Webinar Langur Borneo ini merupakan salah satu langkah awal dalam upaya mendorong konservasi jenis primata endemik Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) dan sebagai strategi berkelanjutan konservasi Langur Borneo.

Kegiatan Webinar ini dibuka langsung oleh Direktur Jenderal KSDAE, Ir. Wiratno, M.Sc. “Saya berharap agar webinar ini dapat menarik para peneliti untuk melakukan penelitian tentang Langur Borneo sehingga dapat memperkaya data dan informasi terkait Langur Borneo, dengan demikian, penetapan Langur Borneo sebagai satwa yang dilindungi dapat segera terwujud”, ungkapnya.

Webinar ini dimoderatori oleh Ibu Puspa Dewi Liman yang menghadirkan beberapa narasumber baik dari akademisi maupun peneliti LIPI. Profesor Jatna Supriatna menyampaikan paparan mengenai “hambatan dan tantangan dalam konservasi Langur Borneo di kawasan TNDS”. Dia menjelaskan adanya banyak problem dalam konservasi Langur Borneo diantaranya konversi hutan untuk pertanian, perburuan, perdagangan satwa, kebakaran hutan, pembangunan infrastruktur, pertambangan minyak, dan batu bara.

Sementara itu, Dr. Nyoto Santoso yang merupakan Ketua Departemen KSDHE Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB menyampaikan materi tentang “Bioekologi Langur Borneo”. Dalam paparannya, Beliau menjelaskan bahwa data bioekologi Langur Borneo masih sangat sedikit, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampling penelitian yang lebih beragam.  “ Terdapat 5 lokasi sasaran studi Langur Borneo di dalam maupun di luar kawasan TNDS yakni Bukit Semujan, Koridor Sepandan, Badau, Lupak Luar, dan Tengkidap,” jelas Beliau.

Pada kesempatan yang sama, Profesor Ibnu Maryanto dari Pusat Penelitian Biologi LIPI menjelaskan tentang “Kriteria jenis hayati yang dilindungi di Indoneisa”. Beliau memaparkan bahwa untuk menentukan apakah satwa itu dilindungi atau tidak, terdapat 17 (tujuh belas) kriteria sebagai batasan yang perlu diperhatikan. Sementara itu untuk Langur Borneo  perlu penelitian lebih lanjut, data yang cukup, dan publikasi ilmiah yang berseries agar status perlindungannya dapat ditentukan.

Dari internal Balai Besar Tana Bentarum presentasi disampaikan oleh Fungsional PEH yakni Aripin, S.Hut., M.Sc. Dalam paparannya, Aripin menjelaskan bahwa sejak tahun 2012 sampai dengan 2019 paling tidak telah ditemukan perjumpaan Langur Borneo sebanyak 174 individu dimana 138 individu ditemukan di kawasan TNDS. Salah satu habitatnya adalah di Bukit Semujan yang memiliki luas 937,17 Ha dengan tipe ekosistemnya merupakan hutan kerangas dan hutan sekunder. Selain itu, terdapat 20 jenis pohon pakan Langur Borneo yang berhasil didata pada saat kegiatan survey habitat dan populasi Langur Borneo pada tahun 2019.

Webinar ini ditutup dengan sebuah komitmen bersama mendorong dilakukannya penelitian yang menyeluruh dan berkelanjutan tentang Langur Borneo sehingga dapat mendukung penentuan status konservasinya. Selain itu, diharapkan adanya rencana aksi menjadikan Langur Borneo (Presbytis chrysomelas ssp. cruciger) menjadi spesies umbrella di kawasan Taman Nasional Danau Sentarum.

Sumber : Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (TaNa Bentarum)

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini