Pers Release
Petakan Status Riset Merkuri, KLHK Selenggarakan Workshop Merkuri

SIARAN PERS

Nomor : SP.241/HUMAS/PP/HMS.3/05/2018

Petakan Status Riset Merkuri, KLHK Selenggarakan Workshop Merkuri

 

Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Senin, 7 Mei 2018. KLHK melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Kualitas dan Laboratorium Lingkungan (P3KLL) Badan Litbang dan Inovasi, bekerja sama dengan BaliFokus beberapa waktu lalu menyelenggarakan Workshop Merkuri di Auditorium P3KLL Serpong (3/5/2018). Workshop yang bertema “Integrasi Pemantauan dan Penelitian Merkuri Sebagai Basis Kebijakan untuk Mewujudkan Indonesia Bebas Merkuri 2030” ini bertujuan untuk mendapatkan saran dan masukan dari peserta dalam pemetaan status riset merkuri sebagai bahan usulan dalam penyusunan kebijakan dan regulasi pengelolaan merkuri di Indonesia.

Membuka acara, Kepala Badan Litbang dan Inovasi (BLI), Dr. Agus Justianto memberikan arahan terkait pentingnya dukungan para pihak untuk launching Pusat Riset Merkuri dalam rangka terwujudnya rencana aksi pengurangan dan penghapusan merkuri di Indonesia.

Senada dengan itu, Direktur BaliFokus, Yuyun Ismawati menyampaikan dukungannya dalam penerapan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury (Konvensi Minamata mengenai Merkuri).

Kegiatan workshop dibagi ke dalam 3 komisi yaitu Komisi Teknologi Pengelolaan Limbah Remediasi Merkuri (Hg); Komisi Dampak Lingkungan, Sosial Ekonomi dan Kesehatan; serta Komisi Kebijakan dan Regulasi. Pemaparan materi di tiap-tiap komisi disampaikan secara panel dan dilanjutkan dengan diskusi. Kemudian hasil diskusi dibahas dalam sidang pleno yang menghasilkan beberapa rumusan yang selanjutnya diumumkan kepada seluruh peserta workshop.

Workshop Merkuri yang diselenggarakan P3KLL, salah satu unit kerja Badan Litbang dan Inovasi KLHK ini, menghasilkan 7 butir rumusan.

Kepala P3KLL, Herman Hermawan selaku pimpinan sidang membacakan rumusan tersebut di hadapan seluruh peserta workshop. Butir pertama, pemerintah Indonesia pada tanggal 20 September 2017 menandatangani UU Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury (Pengesahan Konvensi Minamata mengenai Merkuri). Tujuan konvensi Minamata adalah untuk melindungi kesehatan manusia dari emisi dan lepasan merkuri dari sumber antropogenik. Salah satu kewajiban setiap negara adalah memfasilitasi pertukaran informasi terkait dengan penanganan merkuri di negaranya. Penanganan merkuri harus berdasarkan ketentuan konvensi, termasuk teknologi alternatif yang digunakan untuk menggantikan kegunaan merkuri.

Butir kedua, pengelolaan merkuri di Indonesia memerlukan strategi menyeluruh, berdasarkan IPTEK berbasis bijih (ore based) yang multidisipliner dan integratif, kelembagaan yang efektif dan partisipasi masyarakat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kualitas dan Laboratorium Lingkungan (P3KLL), Badan Litbang dan Inovasi - KLHK merencanakan pembentukan forum/komisi penelitian dan pemantauan merkuri. Bekerjasama dengan seluruh pemangku kepentingan dalam mengurangi dan menghapuskan produksi, peredaran dan penggunaan merkuri dalam mendukung program Indonesia bebas merkuri pada tahun 2030.

Butir ketiga, sumber merkuri di Indonesia berasal dari importasi dan produksi dalam negeri yaitu pengolahan batu sinabar dan produk samping dari sektor migas. Sektor Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) merupakan kontributor terbesar emisi merkuri ke lingkungan, sebesar 57,5 % (sumber : ITB & BaliFokus tahun 2012).

Butir keempat, perlu dilakukan pengembangan teknologi alternatif pengolahan emas tanpa merkuri yang relatif lebih aman di PESK. Teknologi pengolahan yang diusulkan oleh BPPT didasarkan pada karakteristik bijih, kemamputerapan teknologinya bisa berbeda di masing-masing lokasi.

Butir kelima, penanganan pencemaran merkuri dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi bio-remediasi dengan mempekerjakan mikroba dan atau jenis tumbuhan yang sesuai. 

Butir keenam, pemerintah sedang menyusun Rancangan Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN PPM). Dalam rancangan Peraturan Presiden tersebut salah satu pasal memberikan amanah untuk membentuk Sekretariat Nasional. RAN PPM mencakup 4 bidang prioritas yaitu PESK, manufaktur, energi dan kesehatan.

Terakhir, butir ketujuh, masih terdapatnya kesenjangan dan kekosongan hukum pada peraturan terkait bahan berbahaya dan beracun (B3) di berbagai sektor, yang menghambat tercapainya tujuan dalam pelaksanaan ratifikasi konvensi Minamata.

Workshop ini (3/5/2018) juga dihadiri sekitar 100 orang dari berbagai instansi terkait, yaitu Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Civil Society Organization (CSO), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), akademisi, dan Pemerintah Daerah setempat.(*)

Penanggung jawab berita:

Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,

Djati Witjaksono Hadi – 081375633330