Rabu, 03 Juli 2019
Jakarta, 03 Juli 2019. 24 Maret 2019, Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) Jantan berumur 3 tahun dengan berat 95 kg yang diberi nama “Inung Rio” tiba di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatra Dharmasraya (PRHSD) setelah ditemukan oleh salah satu pekerja di perusahaan PT. Gemilang Cipta Nusantara (RAPP Group) di kawasan Restorasi Ekosistem Riau (RER), tergelatak tak berdaya karena terkena jerat di Desa Sangar, Kecamatan Teluk Meranti, Pelalawan Riau.
Selanjutnya Wildlife Rescue Unit (WRU) yang terdiri dari BBKSDA Riau dan PRHSD menuju ke lokasi untuk mengevakuasi Inung Rio. Tim membutuhkan waktu sampai kelokasi selama 22 jam, yang harus ditempuh melalui sungai dengan perahu kecil dan kemudian dilanjutkan menggunakan kendaraan darat untuk sampai ke PRHSD Dharmasraya Sumatera Barat.
25 Maret 2019, Inung Rio dievakuasi menuju PRHSD di Darmasraya Sumatera Barat.
25 Maret 2019 sampai dengan 11 April 2019 dilakukan observasi dan perawatan intensif (masa Karantina 14 hari). Selama karantina Inung Rio yang terluka parah di bagian kaki depan kiri, dan sempat demam dengan suhu tubuh lebih 400C. Luka yang dialami Inung Rio menghambat aktivitasnya. Namun, aktivitas masih terlihat normal dan sifat keliarannya masih ada. Sifat kewaspadaan masih tinggi dan langsung mengeluarkan suara peringatan ketika didekati manusia. Untuk nafsu (makan) sangat baik dan diberi daging babi.
Sampai tanggal 12 April 2019, kondisi Inung Rio baik dan tidak memperlihatkan sakit serius. Minggu, 14 April 2019 Inung Rio terlihat mengalami penurunan aktivitas. Aktivitas hanya terbatas mendekat dan menjauhi lampu treatment infra red. Hasil pengamatan terlihat adanya kerontokan rambut, air liur berlebih (hypersalivasi), mata berair (hiperlakrimasi) dan hilangnya nafsu makan. Terjadi peningkatan frekuensi nafas mulai pukul 16.00 WIB hingga pukul 24.00 WIB.
Senin, 15 April 2019 pukul 02.00 WIB terdapat lendir dalam rongga hidung dan terlihat adanya reflex batuk dengan rata-rata frekuensi nafas 48 x/menit. Pukul 08.00 WIB terlihat adanya lender kental dan terbaring lemah dengan frekuensi nafas 62 x/menit. Pukul 10.00 WIB berdasarkan observasi, terjadi peningkatan frekuensi nafas menjadi 70 x/menit disertai hipersalivasi dan refleks batuk yang meningkat. Pukul 16.42 WIB Inung Rio mengalami kejang-kejang dengan durasi sekitar 2 menit. Setelah itu, Tim langsung melakukan prosedur tindak darurat pacu jantung (PCR). Pada pukul 16.53 WIB Inung Rio dinyatakan meninggal setelah percobaan tindak darurat CPR dilakukan dan gagal.
Berdasarkan gejala klinis yang terlihat berupa hilangnya nafsu makan, hipersalivasi, hiperlakrimasi, kerontokan rambut, muntah, batuk dan kejang, maka Harimau Inung Rio diduga mengalami gangguan pernafasan yang disebabkan infeksi sistemik.
16 April 2019 pukul 14.00 - 18.30 WIB diakukan pemeriksaan kematian “Nekropsi/otopsi” Inung Rio oleh tim Medis KKH, BBKSDA Riau, BKSDA Sumatera Barat dan PRHSD dengan diagnosa sementara adalah gangguan sistem pernafasan (pneumonia) dengan suspect infeksi jamur dan bakteri Clostridium tetani, kegagalan sirkulasi darah, gangguan fungsi saraf ringan dan Distemper. Pada nekropsi ini dilakukan pengambilan sampel organ (BAP No. BAP.399/K.9/KSA/04/2019 tanggal 16 April 2019) dan pengiriman sampel pada 18 April 2019 untuk dilakukan pemeriksaan Laboratorium di Balai Veteriner Bukit Tinggi dan PSSP IPB Bogor. Penguburan Bangkai Inung Rio di lokasi PRHSD dengan BAP Nomor: BAP.400/K.9/KSA/04/2019 tanggal 16 April 2019.
29 Mei 2019. Pemeriksaan Laboratorium Patologi baru selesai dengan hasil: Perubahan pada organ utama terutama paru-paru berkontribusi besar terhadap kematian dan infeksi yang terjadi secara menyeluruh (sistemik) namun belum dapat ditentukan agen patogennya (bakteri atau virus). Inung Rio mengalami ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga terjadi Hypopolemic shock. Infeksi fungal (jamur) yang diduga infeksi sekunder berkontribusi besar terhadap kasus Pneumonia pada Inung Rio, dan dipicu oleh kondisi stress sejak Inung Rio terjerat serta mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh. Kondisi ini diperburuk oleh terjadinya gastroenteritis parah akibat infestasi parasit Trycostrongilus sp. Sehingga disimpulkan penyebab utama kematian adalah Pneumonia oleh infeksi yang sistemik.
Press release ini dibuat sambil menunggu konfirmasi hasil laboratorium Histopatologi untuk memperteguh penyebab kematian guna mengetahui infeksi mikroorganisme tertentu yang menyebabkan Pneumonia.
Sementara itu upaya peningkatan populasi Harimau Sumatra di habitat alam yang dilakukan oleh Kementerian LHK bersama para mitra adalah melakukan pemantauan secara berkala dan sistematik dengan Sumatran Wide Tiger Survey. Sebanyak 74 tim survey dari 30 lembaga terlibat dalam pelaksanaan survey di 23 wilayah sebaran Harimau Sumatra seluas 12,9 juta ha. Melalui upaya tersebut terdapat kenaikan populasi Harimau Sumatera di site monitoring milik UPT Direktorat Jenderal KSDAE, dari tahun 2017 terpantau 157 individu menjadi 220 individu di tahun 2018.
Sumber: Balai KSDA Sumatera Barat
Berikan rating untuk artikel ini
Average Rating: 0