Brainstorming Dengan Pemangku Adat Nabire Terkait Pengelolaan TWA Nabire Dan CA Tanjung Wiay

Kamis, 24 Agustus 2017

Nabire, 24 Agustus 2017. Bidang Wilayah II Nabire BBKSDA Papua. Pengelolaan kawasan konservasi dan isu-isu konservasi di Kabupaten Nabire membutuhkan keterlibatan besar para pemangku adat, karena kekhasan Papua terlebih dengan otonomi khususnya. Menyikapi kondisi tersebut maka Bidang KSDA Wilayah II sejak tahun lalu mulai membangun komunikasi dengan pemangku adat termasuk pemilik hak ulayat atas pengelolaan beberapa kawasan konservasi di Nabire untuk mencari solusi bersama dalam pengelolaan kawasan dan isu-isu konservasi lainnya. Komunikasi yang dibangun pada awalnya secara informal dan bertahap ke arah formal, karena pada beberapa kawasan telah terjadi konflik tenurial dengan para pemilik hak ulayat (ex : TWA Nabire). Pendekatan secara informal tersebut salah satunya dengan brainstorming dengan pemangku adat langsung di kawasan (tapak).

Dari hasil beberapa kali brainstorming dengan pemangku adat, telah nampak arah pengelolaan kawasan dengan menurunnya tingkat pelanggaran dan munculnya kesepahaman pengelolaan fungsi kawasan bersama, seperti yang terjadi pada  TWA. Nabire di awal bulan Juni 2017, dimana dengan keterbatasan pengelola pada tingkat tapak, TWA dapat dikelola sesuai fungsi tanpa konflik dengan pemilik hak ulayat seperti yang selama ini terjadi. Situasi seperti ini belum stabil, sehingga dibutuhkan terus upaya-upaya seperti brainstorming di lapangan saat ini untuk dapat mewujudkan sebuah hubungan yang lebih baik dalam pengelolaan fungsi kawasan tanpa meninggalkan pengakuan atas adat dan budaya setempat.

Untuk yang kesekian kalinya brainstorming dilakukan dengan pemangku adat, saat ini dilakukan bersama Ketua Dewan Adat Nabire Bapak Herman Sayori khusus membahas masalah pengelolaan TWA Nabire dan CA Tanjung Wiay,  beberapa hal yang menjadi catatan dalan diskusi kali ini adalah penekanan terhadap beberapa hal yang telah dilakukan sejak awal tahun ini yaitu :

  • Pengelolaan kawasan konservasi harus terus melibatkan pemangku adat pada tingkat tapak (pemilik hak ulayat) dan pada tingkat kelembagaan.
  • Pengelolaan kawasan konservasi dapat memberikan dampak langsung secara ekonomi bagi masyarakat lokal khususnya para pemilik hak ulayat seperti yang yang sudh dirintis pada TWA Nabire
  • Apabila kawasan konservasi tersebut karena statusnya CA, maka dipikirkan pengembangan usaha ekonomi kreatif di daerah penyangga, dengan melibatkan pemerintah daerah dan para pihak lainnya.
  • Diskusi-diskusi pada tingkat tapak dengan pemilik hak ulayat khususnya di CA Tj Wiay terus dilakukan.

Menindaklanjuti beberapa catatan tersebut, Bidang KSDA Wil II Nabire, akan terus turun ke lapangan melakukan brainstorming dengan pemangku adat lainnya guna menyelaraskan pengelolaan fungsi kawasan dengan adat budaya lokal yang akhirnya dapat dilakukan pengelolaan kawasan konservasi minim konflik.

Sumber Info : Irwan Efendi, S.Pi., M.Sc - Kepala Bidang Wilayah II Nabire BBKSDA Papua

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini