Pemkot Tidore Kepulauan dan Balai TN Aketajawe Lolobata Gelar Dialog Bersama Burung Indonesia

Jumat, 10 Mei 2019

Soa Sio, 8 Mei 2019. Bersama dengan Pemerintah Kota Tidore, Balai Taman Nasional Aketajawe Lolobata dan Burung Indonesia mengadakan audiensi dan dialog  pada Hari Rabu tanggal 8 Mei 2019 di Kantor Bappelitbangda Kota Tidore Kepulauan, di Soa Sio, Kota Tidore Kepulauan. Dialog  tersebut dipimpin M. Yasin selaku Asisten II Pemkot Kota Tidore Kepulauan dan didampingi oleh Fatarudin Sulaiman selaku  sekretaris Bappelitbangda sebagai Moderator sebagai moderator acara tersebut.

Asisten II Pemkot Kota Tidore Kepulauan dalam sambutannya, menyampaikan apresiasi atas terlaksananya acara tersebut. Selain itu memaparkan bahwa pemerintah Kota Tidore Kepulauan sangat mendukung program-progran pelestarian alam dan satwa liar termasuk rencana Pengelolaan dan Pengembangan Obyek Daya Tarik Wisata Alam di Tayawi yang berada di wilayah kota Tidore Kepulauan.

Selanjutnya, Acara inti diisi dengan pemaparan materi dari Burung Indonesia dan Balai Taman Nasional Aketajawe Lolobata yang disampaikan dengan presentasi serta diskusi. Selain memperkenalkan mengenai Burung Indonesia, Vivin Widyasari selaku perwakilan dari Burung Indonesia menyampaikan beberapa hal diantaranya: “Bahwasanya kawasan Wallacea dipilih karena memiliki keragaman jenis burung dan endemisitas tinggi. Provinsi Maluku dan Maluku Utara memiliki 90 KBA (Key Biodiversity Area) wilayah penting untuk keanekaragaman hayati, yaitu tempat hidupnya satwa liar endemis ataupun terancam punah. Kota Tidore Kepulauan memiliki 2 KBA (Pulau Tidore dan KBA Aketajawe) serta masuk dalam koridor Perairan Halmahera. Di KBA Pulau Tidore, terdapat setidaknya 3 satwa terancam punah dan 1 tumbuhan terancam punah. Di KBA Aketajawe, terdapat setidaknya 6 satwa terancam punah”.

Burung Indonesia juga memaparkan mengenai persoalan genting yang dihadapi yaitu penangkapan dan perdagangan burung paruh bengkok (kakatua putih, kasturi ternate, nuri dll); dimana semua burung tersebut telah dilindungi. Masyarakat di sekitar TN terindikasi melakukan penangkapan burung paruh bengkok. Sehingga perlu adanya program-program pemberdayaan kepada masyarakat sekitar TN agar beralih dari bisnis penangkapan burung, hal tersebut sekaligus untuk mendukung upaya Taman Nasional dalam perlindungan satwa.

Pemaparan materi dari Balai Taman Aketajawe Lolobata disampaikan oleh Raduan selaku Kepala Seksi I Balai Taman Nasional Aketajawe Lolobata yang didampingi oleh  Kasubag TU (Lilian Komaling), Kepala Seksi III (Junesly Lilipori) dan Kepala Seksi II (Birawa). Balai Taman Nasional Aketajawe Lolobata memaparkan mengenai pengenalan  Balai Taman Nasional, regulasi yang mengatur, penunjukkan dan penetapan, serta zonasi di dalam TN; zona pemanfaatan merupakan zona yang boleh dimanfaatkan masyarakat secara lestari. Selain itu, disampaikan juga mengenai beberapa obyek wisata antara lain Objek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) Tayawi berada di zona pemanfaatan serta rencana pengembangannya adalah Pengeloaan dan Pengembangan ODTWA ( Obyek Daya Tarik Wisata Alam) dengan membangun Sarana dan prasarana pendukung. Balai Taman Nasional Aketajawe Lolobata juga berharap agar pemerintah kota dapat bersinergi dalam mempercepat pembangunan sarana prasarana di Resort Tayawi.

Asisten II Pemkot Kota Tidore Kepulauan dalam tanggapannya disampaikan bahwa perlu ada regulasi agar burung-burung dan satwa liar yang ada di wilayah Tidore Kepulauan tetap ada dan utuh hingga dapat dinikmati anak-cucu di masa mendatang memberi rekomendasi untuk mengundang semua OPD untuk membahas tentang regulasi dan perlindungan burung. Kadis PMD/ Hamid Abdullah menyatakan bahwa Pemkot Tikep telah menunjukkan komitmen terhadap pelestarian alam lewat kunjungan Pak Walikota dan OPD hingga bermalam di resort Tayawi.

Kabid Bappelitbangda (Ardiansyah) menyatakan bahwa Masterplan sebaiknya didiskusikan bersama Pemkot Tidore kepulauan dan perlu tergambar peran tiap OPD sehingga memudahkan dalam sinergi/kerjasama dikarenakan sudah membuat kawasan Tayawi sebagai kawasan lindung didalam Tata Ruang Tidore Kepulauan. Kabid Pariwisata (Zulaiha) menyampaikan siap bersinergis dengan taman nasional.

Kabid KUKM/Mulyadi Tahir mengusulkan Balai TN untuk membuat proposal kepada Walikota untuk pembuatan shelter di ODTWA Tayawi. Kabid PUPR (Hilda Solaiman) Ia mengusulkan untuk ada program normalisasi sungai sebagai cara untuk mencegah galian C. Kabid PPKLH (Rahmawaty) menyampaikan bahwa PPKLH sudah menghentikan izin galian C di Tayawi dan telah memasang papan informasi.

Kasubag TU Balai TN-AL (Lilian Komaling) BTN-AL membutuhkan dukungan dari Pemkot Tikep untuk memberikan penguatan kapasitas bagi kelompok, misalnya bila ada pelatihan pemandu wisata dari Dinas Pariwisata. Kasie KL (Desy) meminta kepada daftar jenis-jenis satwa liar yang berada di Tikep dan terancam punah agar bisa menjadi bahan untuk membuat Peraturan Walikota. Kepala Seksi II/Junesly Lilipori menanggapi PMD, bahwa untuk pengelolaan BUMDES, PMD bisa juga berperan untuk mendampingi BUMDES. Ia juga menanggapi dari Bapelitbangda kiranya pembangunan Sarpras di Dalam kawasan TNAL mengacu pada Master Plant dan Site Plant serta FS DED yang telah di susun.

Burung Indonesia (Vivin Widyasari) menanggapi tentang perlunya regulasi. Sementara menunggu proses Perda, sebaiknya tetap ada Peraturan Walikota dan ditambahkan dengan surat edaran kepada desa-desa untuk tidak menangkap dan memperdagangkan burung paruh bengkok. Kabid PMD (Hamid Abdullah) menyampaikan bahwa Walikota, Asisten, OPD dan DPR perlu diundang semua saat launching SPB. Setelah kegiatan launching, mungkin bisa dilanjutkan tentang diskusi pembagian peran dan mungkin penandatanganan MoU.

Sekretaris Bappelitbangda F Soleiman selaku moderator menyimpulkan rekomendasi dari proses dialog tersebut bahwa PPKLH menghadap kepada Walikota untuk pembuatan Peraturan Walikota mengenai larangan menangkap dan menjual burung paruh bengkok serta Perlu diadakan rapat-rapat lanjutan untuk sinergi/kerjasama antara Pemkot Tikep dengan Balai TN-AL dan Burung Indonesia; bentuk konkritnya adalah adanya MoU yang mengatur pembagian peran parapihak dan PAD.
Penutupan acara oleh Asisten II Pemkot Kota Tidore Kepulauan sekaligus menyatakan bahwa  perlu adanya sosialisasi terhadap perlindungan burung dan komitmen pemerintah kota tidore terhadap pelestarian alam serta mendukung Resort Tayawi sebagai primadona wisata.

Sumber : Balai Taman Nasional Aketajawe Lolobata

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini