Tinggalkan Hutan Demi Lestari Sumber Kehidupan

Selasa, 24 Oktober 2017

Bisa dibayangkan betapa besar rasa memiliki para penggarap pada lahan garapan yang sudah diusahakannya secara turun-temurun selama lebih kurang 47 tahun. Sejak kecil, Madjid dan Iyan Mulyana serta warga Desa Cileungsi lainnya sudah diperkenalkan dengan Blok Lebak Ciherang (LBC) sebagai tempat usaha tani yang menjadi tumpuan untuk menutupi keperluan hidupnya. Namun karena kegigihan dan keuletan personil Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), khususnya mereka yang bertugas di Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Bogor, maka pada tahun 2016 semua penggarap lahan di Blok LBC, dengan kesadaran yang tinggi, meninggalkan lahan garapannya secara sukarela. Namun demikian, pihak Balai Besar TNGGP tetap berupaya membantu mantan para penggarap agar bisa hidup layak sehingga tidak kembali menggarap lahan hutan.

Mulai Warisan Sampai Over Garapan    

Menurut pengakuan Iyan Mulyana, penggarapan lahan di Blok LBC, sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1970-an. Pria muda kelahiran tahun 1979 ini, merupakan generasi ketiga, sejak kakeknya mulai menggarap lahan di Blok LBC. Keberlanjutan garapan oleh bapak beranak dua ini dilakukan secara temurun atau sistem waris.

Keterangan Iyan Mulyana, dibenarkan oleh Madjid, bahwa pada saat penanaman tegakan pinus di Blok LBC, sekitar tahun 1970-an masyarakat mulai ikut bercocok tanam. Bapak paruh baya ini mendapat lahan garapannya melalui jalur waris garapan dari bapaknya, jadi pria kelahiran tahun 1967 ini merupakan generasi kedua.

Namun “regenerasi” penggarapan lahan di daerah ini, tidak semuanya terjadi melalui sistem waris, ada juga diantaranya melalui alih garapan. Atep, bapak muda kelahiran Ciamis tahun 1976, mendapatkan lahan usaha tani di Blok LBC lewat alih garapan. Setelah empat tahun menikah dan dikarunia satu orang anak, pada tahun 1999 Atep sekeluarga pindah ke Kampung Loji, Desa Cileungsi, Kecamatan Ciawi dan bertetangga dengan sahabatnya, Iyan. Dari sini, mulailah dia berkiprah di Blok LBC, sehingga dia bisa menambah keturunan menjadi tiga orang.

Dua petani yang mengusahakan komoditas kopi, alpuket, dan nangka ini, masing-masing berusaha di lahan seluas ± 3 hektare (Iyan Mulyana) dan ± 1 hektare (Atep), dengan hasil antara 5 sampai 10 juta per tahunnya. Keduanya juga mengaku, penghasilan setelah keluar dari lahan garapan sedikit bertambah, karena disamping masih bisa memanen buah-buahan di lahan bekas garapannya, mereka juga bisa mencari usaha lain. Saat ini Atep membuka warung di kampungnya, sementara Iyan sedang aktif mengembangkan usahan wisata.

Lain halnya dengan dua petani di atas, Madjid mengaku pendapatannya saat ini jauh lebih kecil dibanding saat masih menggarap lahan hutan di blok LBC. Pria yang lebih dikenal dengan sebutan “Kajew” ini, menggarap lahan dalam bentuk sawah yang cukup luas. Saat ini Kajew masih tetap memanfaatkan keberadaan hutan Blok LBC sebagai tempat mencari nafkah, melalui penjualan makanan dan minuman kepada para pengunjung LBC.

Mantan para penggarap, yang saat ini tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) LBC Lestari Jaya, diwakili oleh Ketuanya Madjid “Kajew”, “Abdi mah sangat satuju lamun di LBC ieu mau dikembangkan menjadi tempat wisata tapi jangan lupa melibatkan para mantan penggarap. Kami siap untuk dilibatkan dalam pengelolaan wisata LBC. Kalau kami dilibatkan dalam kegiatan lain seperti wisata alam, maka penghidupan kami akan sangat terbantu”.

Wakil ketua (Iyan) dan sekretaris (Atep) juga menyampaikan terimakasih kepada Balai Besar TNGGP yang telah memberikan penyuluhan dan pembinaan dengan sabar, ulet, dan penuh kesungguhan. Penyuluhan yang sudah dilakukan sejak tahun 2011, dan diintensifkan mulai tahun 2015, membuat mereka sadar bahwa fungsi dan manfaat hutan konservasi jauh lebih besar dari pada sekedar dipakai usaha tani.

Bentuk kepedulian lainnya pihak TNGGP, antara lain berupa pemberian bantuan 20 ekor domba. Meskipun baru satu ekor per Kepala Keluarga (KK), namun mereka bertekad akan menggulirkan anak domba pada 15 KK lainnya yang tergabung pada KTH LBC Lestari Jaya yang merupakan kelompok mantan penggarap di Blok Pasir Pogor.

Sehubungan telah ada rencana pengembangan wisata di sekitar LBC, mereka juga berharap agar kawasan LBC juga dikembangkan sebagai tempat wisata, dan KTH LBC Lestari Jaya bisa ikut berkiprah di dalamnya. Saat ini sekitar LBC telah dikembangkan Situs Leuweung Larangan, tempat out bound Santa Monika, villa hotel, dan lain-lain.

Tanpa Unsur Paksaan
Menurut Kepala Resort PTN Tapos, Edi Subandi, sampai saat ini, upaya pengeluaran perambah hutan yang dilakukan masih bersifat pesuasif, tanpa upaya paksa. Balai Besar TNGGP didukung mitra kerjanya, terus berupaya menurunkan para perambah hutan melalui pendekatan sosial, ekonomi, dan pendekatan ekosistem.

Selama ini, Balai Besar TNGGP mengupayakan pengeluaran para penggarap hutan melalui penyuluhan, pendidikan lingkungan, dan kegiatan bina cinta alam lainnya. Pendekatan ekonomi dilakukan melalui pemberian bibit ternak, ikan, lebah madu, bibit tumbuhan, peralatan camping, pemberian Ijin Usaha Pemanfaatan Jasa Wisata Alam (IUPJWA), dan lain-lain. Pendekatan ekosistem ditempuh melalui penanaman lahan terdegradasi dengan jenis-jenis lokal yang cepat tumbuh, sehingga hutan cepat rimbun.

Lebih lanjut Edi Sobandi mengatakan, “Lebih sulit lagi bagi kami selaku pengelola lapangan tingkat resort untuk dapat mempertahankan keberhasilan ini. Bagaimana agar mantan penggarap tidak lagi kembali ke dalam kawasan sedangkan kondisi matapencaharian mereka jauh lebih sedikit dibandingkan saat masih menggarap di dalam kawasan bahkan ada yang belum mendapatkan pekerjaan tetap”.

Oleh karena itu, menurut Edi Subandi untuk kasus Blok LBC, akan terus dilakukan penyuluhan dan pembinaan, serta akan diupayakan keterlibatan masyarakat dalam pemanfaatan jasa wisata. Blok LBC akan dikembangkan menjadi destinasi wisata, sehingga masyarakat lokal akan mendapat kesempatan untuk berkiprah melayani wisatawan. Pada saat ini sudah mulai ada warung yang menjual makan dan minuman. Ke depan, masyarakat diharapkan akan lebih terlibat lagi, misalnya dengan pemberian IUPJWA kepada masyarakat yang tergabung dalam KTH LBC Lestari Jaya.

Potensi wisata yang menarik untuk dikembangkan antara lain pemandangan alam (view) yang indah di hutan pinus, udara yang segar, sungai yang jernih, air terjun, telaga, dan lokasi untuk berkemah. Berbagai jenis burung dan primata senantiasa menemani para pelancong. Dengan demikian kegaiatan wisata yang bisa dinikmati di destinasi wisata ini adalah piknik, jalan santai (hiking), berkemah, out bound, dan foto hunting.

Dengan beralihnya pemanfaaatan hutan dari usaha tani (penggarapan lahan hutan) ke pemanfaatan jasa lingkungan (ekowisata), diharapkan “era tinggal landas” bisa segera tercapai sehingga slogan “leuweung hejo masyarakat ngejo” bisa terwujud. Semoga !

Sumber : Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 0

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini