Pemulihan Ekosistem Partisipatif Gunung Ciremai

Selasa, 05 September 2017

Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) telah hadir menjadi bagian dari masyarakat sejak ditunjuk menjadi kawasan konservasi tahun 2004. Sebagai gunung soliter tertinggi di Jawa Barat ditengah perkembangan masyarakat yang cukup pesat, TNGC berfungsi ganda dalam tatanan ekologi sebagai hunian berbagai Tumbuhan dan Satwaliar (TSL) sekaligus penyangga kehidupan masyarakat, serta sebagai menara air dari 99 sumber air potensial dengan debit rata-rata 9.057 liter/detik.

Dengan segala kelebihannya, TNGC hadir dalam bentuk unik dan khas sebagai “man made national park”. Sebelum penunjukkan sebagai taman nasional, kawasan hutan Gunung Ciremai merupakan hutan lindung dan hutan produksi yang dikelola Perum Perhutani dengan model Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Program ini melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan dalam bentuk kegiatan tumpang sari berupa tanaman sayuran di bawah tegakan hutan pinus. Perubahan fungsi kawasan dari hutan lindung menjadi hutan produksi merubah sebagian besar vegetasi hutan alam pada ketinggian <1.500 mdpl menjadi tanaman sejenis untuk tujuan produksi dengan tanaman Pinus (Pinus merkusii) dan tanaman sayuran ataupun perkebunan.

Setelah Gunung Ciremai definitif menjadi taman nasional maka menjadi perlu untuk mengembalikan ekosistem ini mendekati kondisi asli dengan berbagai upaya pemulihan ekosistem.Lokasi yang menjadi target pemulihan ekosistem merupakan zona rehabilitasi yaitu areal bekas garapan PHBM dengan tutupan vegetasi rendah <50% dan beberapa areal yang merupakan spot pembinaan habitat seluas 7.728 hektar. Pemulihan ekosistem TNGC telah dilakukan secara periodik dari tahun 2009 s/d 2016 melalui mekanisme rehabilitasi dan restorasi kawasan. Sisanya akan dilakukan dengan mekanisme suksesi alam dan pengkayaan jenis yang akan dipantau mulai tahun 2018.

Luasan area pemulihan ekosistem telah mencapai 67% dari target luasan atau sekitar 5.123 hektar. Pemulihan ekosistem di TNGC tidak hanya dilakukan oleh pengelola namun juga melibatkan banyak mitra mulai dari masyarakat, lembaga lainnya seperti JICA dan JICS, serta para pengunjung kawasan. Dukungan para mitra khususnya masyarakat dalam kegiatan pemulihan ekosistem berupa penyediaan bibit, pemeliharaan tanaman dan kegiatan penanaman. Dari keseluruhan kegiatan pemulihan ekosistem, sebesar 92% didukung oleh dana APBN, 5% oleh partisipasi masyarakat dan para pihak,serta 3% didukung oleh Program Restorasi JICA dan JICS.

Keberhasilan pemulihan ekosistem di kawasan TNGC telah diukur pada tahun 2015 melalui kajian ekosistem dan monitoring populasi satwa indikator seperti Surili dan Elang Jawa. Hasil kajian ekosistem menunjukkan bahwa ekosistem TNGC sangat sehat dan suksesi alami berjalan dengan baik. Pada tipe tutupan ekosistem hutan pinus dan campuran yang merupakan peralihan hutan produksi pada masa perum perhutani memiliki kategori keanekaragaman tinggi berada pada tingkat semai dan pancang dengan nilai indeks H’=3,86 dan H=3,61, sedangkan pada tingkatan tiang nilai indeks H’=2,63. Artinya proses pemulihan ekosistem yang telah diupayakan dari tahun 2009 berjalan dengan baik. Kondisi tutupan berubah signifikan dimana 67% dari 7.728 hektar areal terbuka/tutupan vegetasi pohon <50% telah terpulihkan kondisi ekosistemnya. Saat ini hanya terdapat 2.605 hektar (17%) dari seluruh luas kawasan TNGC (14.800 ha) dengan tutupan vegetasi jarang/vegetasi pohon<50%, dengan tipe tutupan semak belukar namun memiliki nilai indeks keanekaragaman tinggi yaitu H’=3,84.Tingginya keanekeragaman jenis di semua tipe tutupan ekosistem kawasan TNGC ini berbanding lurus dengan peningkatan populasi satwa indikator, diantaranya Elang Jawa dan Surili.

Pada akhirnya disini ingin disampaikan bahwa keberhasilan pemulihan ekosistem di TNGC merupakan karya nyata semua pihak khususnya masyarakat sebagai patner TNGC dalam segala kegiatan. Dukungan dan dedikasi para pihak khususnya para mitra pemanfaat jasa lingkungan wisatadan air, serta para akademisi dan peneliti dalam berbagai bentuk telah memberikan kekuatan bagi manajemen TNGC untuk mewujudkanpengelolaan paripurna. Dimana kegiatan pengelolaan telahdiarahkan menuju ruang kelola ekologi, ekonomi dan sosial budaya yang terintegrasi dan berjalan optimal. Sehingga  menciptakan manfaat ekologis berupa hutan lestari dan terjaga, manfaat ekonomi berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat secara nyata dan manfaat sosial yang berkeadilan untuk stakeholder lainnya.

Oleh : Nova Indri Hapsari, S.Hut., M.Sc - Balai Taman Nasional Gunung Ciremai 

Berikan rating untuk artikel ini

Average Rating: 3

Komentar

Login terlebih dahulu bila ingin memberikan komentar.

Login

Belum terdapat komentar pada berita ini